Benarkah manusia
diciptakan untuk mencintai, dan bukannya dicintai? Semua orang bilang, “Kamu
resmi jadi gentleman saat kamu bisa
menerima kebahagiaan orang dengan tidak bersamamu.” Tidakkah bisa semua
persepsi itu diubah, demi keselamatan kita semua, baik yang ingin dicinta atau
pun yang selalu rela mencinta.
Benarkah manusia
diciptakan berpasang-pasangan? Saat di mana kamu tidak bisa melihat yang lain
lagi, hanya dia seorang. Saat di mana semua yang hidup di sekelilingmu seakan
mati, merelakan hidupnya bagi satu orang yang terus kamu pandang. Saat di mana
kamu lihat terbitnya matahari yang sepenuhnya lain dari yang biasa kamu lihat,
dan kamu tahu pada saat itu juga, kamu tidak bisa berpaling lagi dari sang
mentari baru.
Benarkah Tuhan punya
rencana atas semuanya? Semua orang bilang begitu. Saat kamu dikekang sesak
mendera, kamu tahu kamu punya Tuhan. Saat kamu jatuh sedalam-dalamnya, kamu
tahu Tuhan yang akan mengangkatmu kembali. Namun tidakkah Tuhan punya pilihan,
dan Dia menyuruhmu memainkan hidupmu sendiri. Seperti pintu-pintu yang
tertutup, kamu harus memilih pintu mana yang akan kamu buka, dan pintu itulah
yang mendefinisikan dirimu. Selanjutnya, milyaran pintu-pintu lainnya telah
menunggu.
Dan Tuhan memintamu
untuk membuat pilihan atas hidupmu sendiri. Dengan segala keplin-plananmu,
segala inkonsistensi yang kamu punya, dan segala bentuk kemungkinan yang telah
kamu gambarkan baik-baik di kepalamu. Jalan mana yang akan kamu pilih? Bukankah
itu esensi hidup yang paling mulia, membuat pilihan?
No comments:
Post a Comment