Monday, April 9, 2012

Alay Life Cycle.

Okei, karena sesuatu dan lain hal yang cukup bikin gue muak, sekarang mari menulis lagi. Sekarang gue bakal coba praktekin semua sarkasme dan sinisme yang pernah gue pelajarin. Enjoy!

Sering liat kan, anak-anak kampung kecil-kecil gak pake sendal lari-larian di jalanan? Itu mereka ngapain coba? Kadang, nendang-nendangin botol, nongkrong di bawah telepon umum, sama yang paling parah sih, jadi tukang parkir dadakan kalo pas ada acara. Jiwa bisnisnya sudah terasah dari usia dini.
Jadi, menurut penelitian asal-asalan yang gue lakukan, ditambah ngarang, jadilah fase hidup para Alay sebagai berikut,

1. Usia 0-5 tahun : Pada usia segini, biasanya mereka masih baik-baik, lucu-lucu, dan sangat sopan. Pantes aja ya, masih ASI eksklusif sih. Mereka masih dimandiin tiap hari, pagi sore, dibedakin biar wangi, terus jam mainnya dibatesin, dan temen-temen mainnya juga seumuran. Kesimpulannya, usia segini masih bersih dari ke-alayan para seniornya.

2. Usia 5-10 tahun : Usia segini mulai terlihat bibit-bibit potensi yang nantinya akan berkembang menjadi besar. Perhatian orang tua mulai menipis pada usia ini, pergaulan juga semakin luas. Pengaruh dari para senior juga akan semakin signifikan pada rentang usia ini, mereka biasanya mulai mengenal rokok. Praktek perploncoan juga tidak terlewatkan. Dalam kasus perparkiran, biasanya senior-senior akan memanfaatkan anak-anak pada usia segini untuk memenuhi kebutuhannya. Pembagiannya pun sangat adil, yang penting bisa beli permen satu.

3. Usia 10-15 tahun : Usia segini, mereka memasuki alayisme tahap satu. Mereka semakin berapi-api dalam menyampaikan pendapatnya, lebih gencar lagi kalo keroyokan. Mereka mulai merasakan adanya kebutuhan finansial yang lebih tinggi, tentunya untuk membeli ensiklopedia dan buku-buku pintar lainnya, ups, maksudnya rokok. Semua keparahan dimulai di fase ini. Mau apa lagi? You name it.

4. Usia 15-20 tahun : Pada usia segini, mereka terbagi menjadi dua bagian, satu bagian yang beruntung bisa sekolah menengah, gak bisa selamanya SD dong ya? dan yang satunya lagi kurang beruntung. Kita mulai dari yang kurang beruntung, biasanya mereka akan melanjutkan karirnya di dunia perparkiran dan mulai mengencingi batas-batas daerahnya. Anak buahnya pun kini akan semakin banyak, dua generasi. Nah, bagian yang beruntung akan meninggalkan lahan basah ini untuk sekolah. Waktunya tidak akan cukup apabila harus mengurus bisnis sebesar itu ditambah kesibukan sekolah. Namun, yang namanya budaya tidak akan pernah berubah. Sekolah pun tidak akan bisa menahan jiwa rebel yang mereka miliki (kalo mau dianggap keren). Ratusan anjing gila berbaju seragam yang sering kita jumpai di jalan, itulah mereka.

5. Usia >20 tahun : Biasanya, untuk bagian yang kurang beruntung, pada usia segini mereka akan mulai sadar akan tujuan hidup mereka yang sesungguhnya. Tapi karena kebebalannya, tidak banyak yang bisa mereka lakukan, paling jadi kuli bangunan atau tukang ojek, atau profesi padat karya lainnya. Jika pun ada sebagian dari mereka yang sukses, pasti udah masuk koran. Bagian yang beruntung, kalo benar-benar beruntung ya mereka lulus SMA.

Nah, begitu mereka kawin sama pasangannya masing-masing, anaknya nanti pun pasti akan melalui fase yang gue sebutin di atas tadi, kecuali kalo emang bener-bener ada yang dirubah dari kepribadian manusianya. Hmm, tapi gw ragu. Hidup para alay! Teruskan warisan budaya nenek moyangmu sampai kau beranak cucu sebanyak-banyaknya!

*Gue gak akan tulis no offense atau apapun, karena emang jelas-jelas ini ofensif. Jadi kalo yang ga setuju, ya udah tutup aja. Kalo yang setuju, I feel you, man!


Cheerio.

No comments:

The Suffering Self and The Desires of Our Hearts : What It Takes to Give Ourselves Up and Getting It Back

 “What makes you, you?” That’s the question I come across tonight, in the eve of the New Year’s Eve. Considering the passing year have been ...