Sunday, April 15, 2012

The Depth of Your Heart. #OneCenturyTitanicSpecials


Matanya kini tertuju pada lemari kayu usang tepat di depannya. Pikirannya melayang-layang entah sampai mana, apakah ia akan dimarahi granny karena melanggar aturannya, atau apakah ia akan menemukan sesuatu yang bakal menghantui malamnya nanti. Joseph menggeleng, ia melangkahkan kakinya dengan berani sambil memainkan satu anak kunci yang sudah berkarat di tangannya, tangan satunya disilangkan. Ia takut sekali.
“Klik.” Sebentuk suara yang ia dengar sangat jelas itu mengobati semua rasa penasarannya selama ini. Langsung ditariknya pelan pintu lemari itu, berjaga-jaga supaya granny tidak mendengarnya. Decitan yang mirip tikus ketakutan terdengar saat pintu lemari itu terbuka di hadapannya. Joseph menganga tidak percaya atas apa yang dilihatnya.
Setumpuk buku-buku tebal yang sudah menguning menyambutnya dengan aroma yang khas. Joseph terbatuk sebentar. Tapi, yang paling mengagetkannya, ia mendapati satu radio tua yang selama ini hanya dilihatnya di lukisan yang disimpan granny. Radio tua itu sudah menghiasi malam-malam Joseph selama lebih dari lima tahun, sejak ia ngotot minta dibacakan dongeng sebelum tidur. Radio yang kata granny bisa merekam suara hati pemiliknya dan menyampaikannya ke tujuan, Radio yang bisa menyala saat malam menemani granny saat masih remaja dulu, dan banyak cerita-cerita lain yang membuatnya seterkejut sekarang setelah menemukannya.

Ia ingat sekali bagaimana mengoperasikan radio itu, berbekal cerita granny yang sangat detil bagaimana menyalakannya, bagaimana mencari salurannya, bagaimana mengatur volumenya, dan masih banyak bagaimana-bagaimana lain yang diingatnya jelas. Diputarnya ke kanan kenop berwarna perak lalu diluruskannya perlahan antena yang sudah bisa ia patahkan hanya dengan satu tangan. Tidak menyala. Joseph menggoyang-goyangkannya perlahan hingga habislah batas kesabarannya. Dibuangnya radio itu ke sudut ruangan sambil menggerutu.
Dibukanya satu-satu buku-buku tua yang bertumpuk itu sambil menutup hidungnya, halaman demi halaman yang kebanyakan didominasi oleh potongan-potongan berita dari koran yang ditempel rapi dibacanya dengan sabar. Judul-judul berita itu tidak jauh dari tragedi Titanic seabad yang lalu. Sulit bagi Joseph untuk dapat mengerti semua yang tertulis di sana, umurnya baru tujuh tahun dan kemampuan membacanya baru sebatas buku cerita anak-anak yang dibelikan granny setiap hari ulang tahunnya.
Buku demi buku, lembar demi lembar yang dilihatnya semakin menenggelamkan Joseph dalam lamunannya tentang masa lalu. Ia kini bisa membayangkan bagaimana kota yang ditinggalinya sekarang, Southampton, dalam rekaman hitam-putih seperti yang ia lihat di lembaran berita itu. Sudah hampir empat jam Joseph berada di sana, seharusnya ini waktunya tidur siang. Kebetulan granny tidak mencarinya dan memaksanya tidur siang, bebaslah ia dari jeratan nap time yang paling dibencinya.

Petualangan menembus waktu membuat Joseph lelah, ia jatuh tertidur sambil memeluk buku dan beralaskan kertas-kertas cetakan lama yang berserakan di lantai. Sekitar setengah jam ia terlelap, tiba-tiba radarnya terkesiap mendengar suara samar-samar dari sudut ruangan. Radio! Joseph langsung melompat bangun dan berlari kearah radio itu, ia mengangkatnya dan menempelkan kotak itu di telinganya.
This is Ernest speaking to Marie,” kata-kata pembukaan yang dapat Joseph dengar dengan jelas. Siapa Ernest? Mengapa ia berbicara dengan granny? Lalu ia lanjut mendengarkan.
Marie….. I’ll be... home for.. our chi..,” Suaranya terputus-putus tertutupi oleh suara-suara lain yang terdengar panik bagi Joseph. “I love you.” Setelah itu, semua terdengar tidak jelas, banyak teriakan minta tolong yang didengar Joseph dari rekaman itu, dan suara tadi mulai hilang dan akhirnya rekaman itu mati.

Pikiran polosnya masih belum bisa mencerna semua yang baru saja didengarnya. Tapi, yang Joseph tahu pasti, selama ini semua yang granny ceritakan adalah kenyataan, ia jadi punya semangat lagi untuk meniru tokoh kebanggaannya itu, tentang seorang pejuang yang benar-benar ada, dan semua kehebatannya yang benar-benar nyata.
“Joeeey! Where are you?granny memanggil-manggil dari bawah. Joseph mendadak kaget dan bingung harus berbuat apa. Apakah ia harus pura-pura tidur hingga granny tidak memanggil lagi, atau ia akan turun dan menceritakan pengalamannya ini. Cukup lama Joseph duduk terdiam kebingungan.
What are you doing here, Joey?” Tanya granny saat mendapati Joseph dan isi lemari keramatnya berserakan di lantai. Ia langsung menggendong Joseph yang pura-pura tidur dan membawanya turun. Tanpa ia sadari, air mata menitik dari sudut matanya.

No comments:

The Suffering Self and The Desires of Our Hearts : What It Takes to Give Ourselves Up and Getting It Back

 “What makes you, you?” That’s the question I come across tonight, in the eve of the New Year’s Eve. Considering the passing year have been ...