Monday, April 2, 2012

Sahabat Hujan. #WAAD Specials


Rambutnya yang kian tipis berkibar dalam terpaan angin mendung. Melihat awan hitam yang menggantung di atas kepalanya siap mengguyurkan semua isinya membuatnya semakin bersinar. Gerakannya tampak semakin lincah, ditambah senyumnya yang semanis embun pagi menyempurnakannya.

Aku, dari dalam rumah hanya bisa terdiam melihatnya begitu. Seluruh energinya tampak membuncah keluar menarikan tarian hujan yang sudah jadi tradisinya bertahun-tahun. Aku merasa gelisah, takut energinya terkuras habis dan menjatuhkannya ke tanah. Kutegakkan sandaran kursi dan mengawasinya dengan lebih seksama. Rian tidak pernah segembira ini.

Wajah seribunya – itu yang sering orang katakan pada anak down syndrome, kini tidak lagi seribu, melainkan satu. Semburat emosi yang menggebu-gebu dalam dirinya secara langsung merubah ekspresi wajahnya. Ia satu dari seribu, bahkan sejuta. Ia milikku.

Kecintaannya pada hujan sudah terlihat sejak umurnya masih tiga tahun. Saat Rian masih belum menunjukkan tanda-tanda keterbelakangannya. Hal itulah satu-satunya alasan yang membuatku tetap tegar menghadapinya. Aku percaya, mencintai hujan adalah kebiasaan yang baik, setidaknya, satu-satunya yang masih dilakukannya hingga sekarang. Mereka juga punya ketetapan hati.

Hujan sudah mulai turun dan semakin deras. Rian tertawa makin riang dan berlari kesana-kemari memutari halaman rumah kami yang luas sambil menyeret truk mainannya. Dalam batinku, mungkin inilah hal terindah yang akan dialami Rian, meski aku pasti akan berusaha sekeras yang kumampu untuk membahagiakannya. Namun untuk saat ini, tidak ada yang salah.

”Brukk.” terdengar suara keras dari halaman saat aku sedang membolak-balik majalah. Spontan aku berlari keluar tanpa melihat terlebih dahulu apa yang terjadi. Rian jatuh tersungkur, dan wajahnya jatuh tepat di atas gundukan tanah basah yang semakin mirip lumpur.
”Rian, tidak apa-apa?” tanyaku khawatir sambil membantunya bangun dan siap dengan handuk kecil yang kuraih dari teras.
”Ngg.” jawabnya sambil menggeleng. Ia berusaha melepaskan rangkulanku yang sudah sangat erat, berbanding lurus dengan tingkat kekhawatiranku.

Aku melepasnya. Ia berlari lagi. Kali ini, ia sempat sejenak memberiku tatapan khasnya, dan dibarengi senyum lebar sambil seolah berkata, ”I’m okay, Mommy!

Sometimes, the best thing one can do when it's raining is to let it rain. – Henry Wadsworth Longfellow

No comments:

The Suffering Self and The Desires of Our Hearts : What It Takes to Give Ourselves Up and Getting It Back

 “What makes you, you?” That’s the question I come across tonight, in the eve of the New Year’s Eve. Considering the passing year have been ...