Friday, May 1, 2015

Selflessness x Free Will x Freedom of Actions

Free Will
Ability to make choices without any prior prejudice, inclination, or disposition.(R.C Sproul – Chosen by God p.51)
“and specifically that these free will choices are not ultimately predestined by God”

Free Will menurut David Hume:
“power of acting or of not acting, according to the determination of the will: that is, if we choose to remain at rest, we may; if we choose to move, we also may.… This hypothetical liberty is universally allowed to belong to everyone who is not a prisoner and in chains.”
(kebebasan memilih sesuatu, pada saat tidak ada faktor eksternal yang mempengaruhi keputusannya)

Freedom of Actions x Free Will
Freedom of actions berhubungan erat dengan free will yang dimiliki seseorang. Seseorang dianggap melakukan free actions, pada saat ia mampu untuk memiliki free will.
Orang dapat memiliki free will, namun tidak mempunyai freedom of actions ketika ada faktor eksternal yang mempengaruhi keadaannya. Suatu keputusan yang diambil saat orang tidak mempunyai free will tidak bisa disebut free actions.
Free will bukan hanya berhubungan erat dengan freedom of actions, tapi juga dengan tingkat rasional, kreatifitas, dan martabat seseorang.
Manusia memiliki tingkat intelektualnya masing-masing, dan semuanya itu dapat dikategorikan sebagai will. The will, atau disebut juga dengan volitional faculty, adalah keinginan untuk mencapai yang terbaik dan bukan yang buruk, yang juga dapat menggerakkan semua indera  yang ada untuk mengambil keputusan yang terbaik.

Aquinas tentang Volitional Faculty:
“Only an agent endowed with an intellect can act with a judgment which is free, in so far as it apprehends the common note of goodness; from which it can judge this or the other thing to be good. Consequently, wherever there is intellect, there is free will” (Summa Theologiae, q. 59 a. 3). 

Secara hirarki, seseorang dapat memiliki beberapa tingkatan desires and volitions. Pada tingkatan pertama yang disebut “1st order desires” akan berlanjut pada “2nd order desires” apabila ia tidak menginginkan “1st order desires” untuk dilakukan, begitu selanjutnya apabila ia juga tidak menginginkan “2nd order desires”-nya .

Tidak semua desires dapat dijadikan actions. Apabila seseorang memiliki conflicting desires, maka akan tidak mungkin baginya to memenuhi semua desires-nya. Suatu desires yang menjadi actions, dapat kita sebut sebagai volitions. Volitions adalah sebuah desire yang dapat diolah menjadi suatu action. Menurut argumen ini, seseorang dianggap memiliki free will apabila seseorang dapat memiliki suatu will, yang ia inginkan dan dianggap memiliki free will apabila mampu mengubah 1st order desire yang dimilikinya menjadi 1st order volitions.

Free Will menurut Alkitab
(James 1:13-15 NET)
13 Let no one say when he is tempted, “I am tempted by God,” for God cannot be tempted by evil, and he himself tempts no one. 14 But each one is tempted when he is lured and enticed by his own desires. 15 Then when desire conceives, it gives birth to sin, and when sin is full grown, it gives birth to death. 

Manusia selalu membuat pilihan yang datangnya dari dalam daging, dan dosa selalu berhubungan dengan keinginan daging. Free will yang dimiliki manusia, dianggap sebagai dosa sebelum ia menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya.

The heart, until born again, is "deceitful above all things, and desperately sick" (Jeremiah 17:9). God saw in man that "every intention of the thoughts of his heart was only evil continually" (Genesis 6:5). "No one can come to me unless the Father who sent me draws him. And I will raise him up on the last day." (John 6:44).

Ketika seseorang telah menerima Tuhan sebagai juruselamatnya, itu bukan free will yang dimilikinya, tapi karena Tuhan telah secara supernatural memberikan kemampuan untuk manusia dapat percaya akan pekerjaanNya melalui Roh Kudus.

Selflessness x Free Will x Freedom of Actions
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa free will adalah kemampuan seseorang untuk mengolah desires yang dimilikinya menjadi actions. Intelektualitas yang dimiliki manusia akan bisa mendorongnya untuk membentuk volitional faculty, yaitu keinginan untuk berbuat yang terbaik. (Amsal 2:10 - Kau akan menjadi bijaksana, dan pengetahuanmu akan menyenangkan hatimu.) Kebijaksanaan akan timbul dalam intelektualitas kita apabila kita semakin mendekat kepada Tuhan.

Ketika bahasa kasih telah tertanam, intelektualitas akan terbentuk didasari oleh kasih tersebut, dan akan membentuk free will yang akan kita produksi menjadi real actions setiap hari. (Roma 12:10 - Hendaklah Saudara-saudara saling mengasihi satu sama lain dengan mesra seperti orang-orang yang bersaudara dalam satu keluarga, dan hendaknya kalian saling mendahului memberi hormat.)


“True freedom isn’t freedom to sin, but freedom from sin.”

No comments:

The Suffering Self and The Desires of Our Hearts : What It Takes to Give Ourselves Up and Getting It Back

 “What makes you, you?” That’s the question I come across tonight, in the eve of the New Year’s Eve. Considering the passing year have been ...